Minggu, 14 April 2013

KEHIDUPAN SANTO PAULUS



KEHIDUPAN SANTO PAULUS

Kelahiran dan Pendidikan
Santo Paulus lahir di kota Tarsus pada masa kekristenan awal. Tarsus adalah ibukota Kilikia, berbahasa Yunani dan Romawi atas kemauan kaisar. Ada pembedaan dari keuntungan komersial kurang lebih dari karya-karya kesusastraan, kota yang mempunyai mata uang logam yang membanggakan Negara dengan meterai kesombongan “Pertama, terutama dan Terbaik” yang berarti “kota pendidikan.” Seperti pusat perdagangan di dunia Yunani-Romawi, yang telah menjajah Yahudi sampai pada masa depan ketika sang rasul ini lahir. Nampak bahwa anak itu diberi dua nama sekaligus ketika ia dilahirkan: Saul, sebuah nama terhormat dalam suku Benyamin yang dimilikinya; dan Paulus, diambil dari kewarganegaraan Roma yang diwarisinya. Bagi sebuah propinsi dengan kewarganegaraan yang penuh mendapat privilese khusus, memberi layanan dan jasa baik kepada perkara Roma atau memperoleh seorang figure yang susbtansial. Pendidikan awal dari Saul dalam lingkup tradisional, dan tidak mungkin dia mengikuti  sekolah-sekolah umum di Tarsus. Namun dia tidak sama sekali luput dari pengaruh penyembahan berhala dan kota yang makmur itu. Kuil-kuil dan tempat-tempat teater yang banyak di luar,  bagian yang didiami oleh bangsanya, kutipan-kutipan yang popular terlihat dalam tulisan-tulisannya; perihal perdagangan, atletik dan perang mungkin sudah mendasari ingatannya pada masa kanak-kanak.  Bersama dengan 2 nama tadi, ia memiliki 2 bahasa dari masa mudanya: Aram yang menjadi bahasa rumah dari orang Yahudi yang tepat d tanah Asia, dan bahasa Yunani sebagai bahasa di sinagoga di dunia Laut Tengah. Ia segera berkenalan dengan bahasa Yahudi. Untuk tujuan lulusan sebagai  seorang kepala hukum, ia dikirim ke Yerusalem untuk menyelesaikan studinya. Mungkin dari beberapa anggota keluarganya bertempat tinggal di kota kudus. Di mana pada belakang sebuah panggung kakak laki-lakinya menulis riwayat hidupnya. Sekolah-sekolah Hillel dan Shammai- dua Yahudi dari masa Herodian-waktu itu dalam kekuasaan, dan terlebih dahulu Saul ikut serta dalam bimbingan Gameliel I. Ia beruntung sebagai seorang guru yang Misnah memuji dan mempunyai reputasi dari Santo Lukas yang bergemah, (Ac 5:34). Lagi perhatian waktunya untuk membiayai sekolah-sekolah pada ucapan manusia dari pada sabda Tuhan, dulu Saul berada di bawah Gameliel, tak ada bandingnya ilmu pengetahuan Heb. Adat dan pengetahuan dan sendiri membuat argumentasiya aneh orang-orang Yahudi dengannya berakhir untuk menyampaikan pesan kristiani kepada teman sebangsanya. Dan bagian dari pengetahuan ia telah memelihara kharisma dari rumah yang terus membakar semangat untuk keutuhan ajaran dan kebiasaan terhadap ketaatan yang keras dari pembuatan mosaik undang-undang. “sebagai kebenaran dalam mentaati Hukum Taurat aku tidak bercacat (Flp 3:6b)”. Suatu waktu sebelum dibaptis dia memperlihatkan bagian kiri Yerusalem, di mana gerakan Yesus lebih dan mendominasi. Bertahun-tahun Pilatus menggabungkan dalam sejarah hidup Saul. Ia dapat menyebarkan berita melalui tulisannya yaitu dengan memberikan penyimpulan mulai  dari pengabdian masa remajanya untuk memperoleh  pengetahuan secara penuh dari hukum dan untuk berkembang lagi dan ia terus berjalan sampai diberi keputusan oleh gurunya di Yeusalem. Ia memiliki semangat untuk mencari jalan keluar di sebuah sekolah militer tradisional di Sinagoga dan ia memiliki nasehat sebagai seorang ahli Sanhendrin dari Tarsus dengan dia tidak sebagai anggota dalam sebayanya. Dari penampilan kepribadiaannya terpisah dari gambaran  tindakan-tindakan Apokrif Paulus dan Thecla: seorang yang sedikit tinggi, rambutnya halus di kepala, berkaki bengkok, keadaan tubuh yang baik, dengan bermata coklat, hidung agak bengkok; penuh rahmat, kadang-kadang ia menampakkan diri seperti seorang manusia, dan kadangkala ia memiliki wajah seperti seorang malaikat. Banyak penulis berpikir bahwa mereka menemukan dalam tulisan Santo Paulus dalam hitungannya Santo Lukas jelas bahwa ia menderita penglihatan yang dekat atau dari satu penderitaan mata. Seperti ‘duri di dalam daging’ dari 2Kor 12:7 mengandung arti, menurut banyak, bentuk penyakit fisik, tentang yang sulit kepada yang tepat (cf  894 d). Dalam tulisan moderen menurut bapa-bapa Latin dapat memberi arahan tentang sakit kepala yang terbagi diantara Epilepsi dan Malaria. Tetapi penyakit apa saja yang menarik untuk menyampaikan itu guna mencapainya dan menyelesaikan dengan baik, tetapi dalam suatu rasa irihati ketidakmamapuan menyesahkan banyak korban.  Pertobatan Dan Misi  :Sementara Saul menanti di Tarsus, kala kejadian di Palestina. Mesias telah datang, ia berkotbah yang menunjuk pada penolakan atas dirinya sendiri. Muridnya sendiri mengadili gurunya atas kematian yang nantinya akan dialami oleh gurunya, pada saat menampakkan dirinya dan berubah bentuk dalam bentuk pancaran Roh Kudus. Sejauh dalam pengetahuan bahwa bangsa Yahudi membuat sebuah kesalahan yang tragis dengan menolak mesias. Mereka sendiri mempersiapkan  secara keliru untuk pertobatan bangsa Israel kepada Tuhan dan Penyelamat. Tetapi pemimpin Yahudi tidak mengikuti nasehat para orang Galilea tetapi justru lebih terarah pada keinginan mereka untuk mengadakan sebuah penolakan pada Injil yang baru. Kotbah dari pelayan mudah mengarah pada sebuah kedudukan untuk kemajuan. Bangsa Yahudi memperdebatkan  dengan Stefanus dan beberapa orang di Sinagoga orang Kilikia, dan Saul mungkin mengikuti mereka yang terjadi pada saat puasa dengan melakukan tindakan penolakan yang telah memuncak dalam usaha atau percobaan sebelum beranjak menuju pada para dewan. b. Pembicaraan Stefanus dan hukuman mati. Dalam keyakinannya, Saulus menjaga dan memelihara jubah-jubah itu, dan orang-orang melempari Stefanus dan secara bersamaan mengakui kematiannya. Saulus setuju bahwa Stefanus mati dibunuh (Kis 8:1). Kaum pogrom melihat Saulus yang  muncul dalam tugas sebagai inkuisitor, perampasan sinagoga-sinagoga dan penyerbuan tempat-tempat suci dari kaum lokal yang merupakan suatu masa kelam dan suram, semuanya itu demi mendapatkan satu agama baru. Walaupun dia dipenuhi dengan sebuah extirpation local, ia akan menjangkau Damaskus yang jauh itu, yang memikirkan orang-orang Kristen yang melarikan diri, adanya pembakaran dan kegusaran yang terjadi di Yerusalem.  Adanya tulisan-tulisan dan surat-surat iman dari imam agung  dan seorang pengantar yang menyebarkan ke utara secara cepat dan suatu pencapaian yang ajaib di tengah hiruk-pikuknya suatu kepercayaan yang sangat menyiksa (para pengikut Kristus merasa disiksa).  Santo Lukas sangat dihormati sebagai tokoh yang sangat penting dalam sejarah hidup St Paulus yang dibuktikan oleh keadaan dimana ia menceritakan sebanyak 3 kali: pertama dalam kata-katanya sendiri (Kis 9:1-19), kedua oleh Paulus (Kis 22:3-21) dan (Kis 26:9-19). Dengan cara yang berbeda Lukas menggunakan dan sumbernya. Karakter supranatural dari perubahan merupakan tempat seluruh alam layak di ragukan oleh berbagai rincian dan pernyataan sejarah dari kisah para rasul sebagaimana oleh kesaksian St. Paulus dan tradisi Gereja. Kritik rasionalis mendorong untuk menemukan suatu penjelasan bagi peristiwa yang selaras dengan pertimbangan ide mereka sebelumnya, dan banyak yang memakai pandangan Rene Descartes yaitu bahwa Paulus hanya mengakui Yesus sebagai anak Allah. Pendapat lain mengatakan bahwa Saul, dibawah tekanan perasaan membayangkan, Ia melihat Dia yang dipercayai oleh orang Kristen, telah bangkit dari mati. Tanpa Santu Paulus, bagaimanapun, penulis kisahnya tidak menyimpan sedikitpun bekas yang dinyatakan sebagai perasaan mendesak. Saul telah bertindak “dalam ketidaktahuan dan ketidakpercayaan” semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman (1Tim 1:13) dan sungguh meyakinkan bahwa ia telah melakukan banyak hal melawan Yesus (Kis 26:9). Ananias dengan terbuka mengatakan bahwa Yesus telah menampakkan diri kepada Saul di Jalan (Kis 9:17) dan Barnabas menceritakan kepada para para rasul bagaimana Saul melihat Tuhan dan bagaimana Tuhan berbicara Kepadanya (Kis 9:27). Saulus sendiri tentu telah melihat Kristus, kemudian dipertanyakan juga tentang statusnya sebagai rasul (1Kor 9:1) dan kedudukan yang sama dengan Petrus, Yakobus dan keduabelas rasul lainnya (1Kor 15:18). Bila Kristus tidak benar-benar menampakan diri kepada Saul dalam perjalanan ke Damascus, lalu Saul yang mengatakan bahwa ia telah melihat Yesus, salah satu keinginan untuk mencurigai pendegarannya atau penipuan dirinya. Tak seorangpun menganjurkan bahwa ia dengan sengaja menipu, dan kasus bagi penipuannya di keluarkan oleh fakta pernyataan dari kisah para rasul juga kekuatan dan ketetapan dari perubahan karirnya. Tentu saja itu akan menjadi ganjil bila menciptakan imajinasi atau mengawetkan hidup dari rasul orang-orang kafir. Banyak yang menulis mengenai “persiapan kejiwaan” dari rasul sebagaimana, bila ia telah lama dipengaruhi oleh keindahan kekristenan dan kepahlawanan Stefanus. Tetapi apapun pengaruh doa Stefanus”Si Stephanus non Orasset Ecclesia Paulum non habuiset”, ini sangat sulit untuk memberikan seberapa besar kepentingan “Persiapan kejiwaan” dalam daftar kesaksian kisah para rasul dan surat-surat yang mana mewakili perubahan yang mengejutkan dan tanpa terduga. Di dalam kota Damaskus, kemana ia dibawa oleh teman-temannya Saul menerima jabatan; mengambil bagian untuk membawa nama Yesus ke hadapan kaum kafir, raja-raja dan anak-anak Israel’ (Kis 9:15). Pada tingkat ini ia merasa bahwa hanya nama Yesus adalah nama yang menyelamatkan. Memperjuangkan kecemburuan hukum memperlihatakan sama sekali cahaya ketidakberdayaan sebagai alat penyelamatan dan menjadi keyakinan bahwa manusia tidak akan diselamatkan kecuali melalui iman di dalam Kristus yang telah disalibkan dalam nama hukum. Menarik bahwa sabda yang ia dengar dijalan ke Damaskus “Saya adalah Yesus yang kau aniaya itu”(Kis 26:15) diabadikan sebagai doktrin yang ia buat secara khusus, diakuinya bahwa iman membuat kita menjadi satu tubuh yang mana Yesus adalah kepala hingga waktu penebusan atau penyelamatan kita. Ketika ia telah pulih kembali dari siksaan berat dan dibaptis oleh Ananias, ia menarik diri (menyendiri) untuk suatu waktu ke Arab (Gal. 1:17).  Kembali ke Damaskus ia mengajar sifat keputraan dan karakter mesianis dari Yesus di sinagoga-sinagoga. Tetapi orang-orang Yahudi tidak mau diajak untuk berpikir dengan seorang pengkhianat dan dalam sebuah upaya untuk membunuh dia mencari bantuan dari para prajurit Ethnarch dari Aretas. Ketika itu para murid mengambilnya dan melepaskannya turun  dalam sebuah keranjang melalui sebuah jendela pada tembok. Ia pergi ke Yerusalem untuk bertemu dengan Petrus dan ada kesulitan mengatasi kecurigaan  dimana ia ditahan oleh beberapa orang Krsiten. Tetapi Yoseph Barnabas “seorang yang baik” menjamin dia kepada Rasul, dan 15 hari persahabatan dengan pemimpin mereka yang dengan jelas menunjukkan bahwa Saul  juga ada di antara para Rasul. Sebuah penglihatan yang menurutnya di bait ia mendapat penerangan lebih lanjut berkenaan dengan masa depan karyanya dan ia meninggalkan Tarsus. Waktu yang panjang itu  telah mengizinkannya untuk menyampaikan  perubahannya dan panggilan resminya untuk berkarya mewartakan keempat Injil yang memberi kepadanya pengertian yang luas ke dalam jalan penyelenggaraan pada satu sisi dan karya-karya rahmat dalam hati umat pada sisi yang lain, dengan demikian menjadi sebuah persiapan yang sesuai demi pengajaran yang resmi kepada satu dunia yang tidak peduli terhadap penyelenggaraan Allah sehingga tidak menyadari wahyu Ilahi/ilham Tuhan. Permulaan pewartaan kepada dunia kafir sangat menarik rasa ingin tahu. St Petrus dengan tepat telah mengambil langkah-langkah pertama sebagai pedoman untuk menerima Kornelius ke dalam Gereja, tetapi dia telah membuat apa yang bagi orang Kristen Yahudi mengenai sulitnya menunjang apa membuktikan keadaan-keadaan  bahwa dia telah membenarkan tindakannya saat kedatangannya kembali ke Yerusalem. Di Antiokia, di Orontes, seorang kepala Negara dunia Yunani-Romawi, orang Kristen pengungsi, yang tidak sah, telah beralih untuk menyebut diri mereka sebagai kafir, dan dengan sebuah langkah yang wajar untuk berhasil. Barnabas telah mengirim dari Ibu-Gereja untuk membantu perkembangan yang utama dari komunitas non Yahudi awal, dan telah terpenuhi  bahwa di sana ada sebuah medan pewartaan yang luas, dia telah aman untuk melayani dengan Saul yang telah ditolong beberapa tahun sebelumnya yang telah tidak disadarinya. Berkat upaya kesatuan mereka, Sabda Tuhan semakin meningkat dan para murid menjadi cukup banyak dan menarik perhatian publik.  Di sinilah mereka pertama disebut Kristen (Kis 11:26).  Barangkali itu adalah waktu itu bagi Saul, sebuah suruhan/pesanan tentang belaskasih di Yerusalem, menjadi penerima penglihatan dan wahyu yang dia tunjukan dalam 2Kor 12:1-4. Tetapi Antiokia adalah dasar  dan kemudian terlepas oleh Roh Kudus, dia berlayar dalam perjalanan misionaris pertama.  703a. Perjalanan Misi Yang Pertama  :Rencana perjalanan adalah melalui Siprus (rumah-pulau Barnabas), Perga di Pamfilia, dan kota-kota Galatia Antiokhia, Ikonium, Listra dan Derbe. Ini seharusnya dicatat bahwa dalam perjalanan ekspedisi pimpinan partai, sampai saat diarahkan oleh Barnabas, diteruskan ke Paulus, nama yang digunakan penulis biografinya dari titik ini dan seterusnya. St Jerome berpendapat bahwa pergantian nama mengingatkan kembali kemenangan atas Sergius Paulus, dalam banyak cara yang sama seperti disebut Scipio Africanus dari penaklukan Afrika. Pengabaian orang-orang Yahudi untuk menerima Injil ditanggungkan pada Paulus pada tahap awal upaya misionarisnya: "memang kepada kamulah firman Allah harus diberitakan lebih dahulu, tetapi kamu menolaknya dan menganggap dirimu tidak layak untuk beroleh hidup yang kekal. Karena itu kami berpaling ke bangsa-bangsa lain. "(Kis 13:46). Meskipun ditentang, karya para misionaris itu bukan tanpa buah untuk Tuhan berdiri di dekat mereka dan memberikan kesaksian dengan mukjizat untuk kata-kata yang menyatakan rahmat-Nya. Mereka mengunjungi kembali komunitas-komunitas yang telah mereka dirikan dan mengkonsolidasikan pekerjaan dengan mengangkat para imam ('elders', Ac 14:23, RSV) di setiap Gereja. b. Sunat dan Mosaic ibadat/perayaan Sorak-sorakan menyambut kembalinya delegasi ke Antiokhia menjadi sangat singkat, bagi 'beberapa orang datang dari Yudea dan mengajarkan kepada saudara-saudara, "kalau kalian tidak disunat menurut adat Musa, Anda tidak dapat diselamatkan"'. (Kis 15:1). Ini sulit untuk dinyatakan dalam istilah-istilah yang tepat segi-segi dari masalah itu yang sekarang mempersulit St. Paulus dan berlanjut selama satu dekade (tapi lihat comm. Pada Gal *** 895eh, 897e) mengganggu gereja-Nya. Dia mendirikan komunitas-komunitas di Southern Asia Kecil atas dasar kesetaraan mutlak Yahudi dan bukan Yahudi: untuk menjadi anggota penuh Gereja Kristen iman dan baptisan saja yang diperlukan. Yang lain nama 'Yudais' dibuat untuk menunjuk mereka menyatakan/mempertahankan bahwa keanggotaan tersebut tidak lengkap dan bahwa sunat yang diperlukan sama baiknya dengan baptisan demi kepemilikan penuh hak-hak istimewa dari negara Kristen. Beberapa hal itu kemungkinan lebih mudah beredar di Palestina: Injil orang-orang Palestina - yang menurut St Matius - mewakili Yesus sebagai kesempurnaan hukum, bukan meniadakan/membatalkan (5:17). Yesus sendiri disunat: dan Gereja Yerusalem, di bawah bimbingan Jakobus saleh, tidak berhenti, meskipun dalam penganiayaan, berharap untuk memenangkan orang-orang Yahudi ke Kekristen atas dasar tunggal menerima Yesus sebagai Mesias. "itu merupakan satu hal untuk membiarkan sekelompok kecil orang kafir Yahudi diterima ke Gereja tanpa sunat sebagai akibat dari campur tangan ilahi yang nyata, tapi menenangkan yang lain untuk memiliki banyak orang memasuki Gereja pada kondisi iman yang sederhana di seluruh dunia (Lattey , WV 2, 218) c. untuk Paulus suatu persoalan tentang sebuah kebijaksanaan (aturan) harusnya bersifat prinsipil. Penerimaan aturan atau tuntutan Yudaisme untuk melakukan suatu NUGATORY dalam misinya yang besar dan meluas di luar orang-orang bukan Yahudi, dan untuk menempatkan suatu harapan akan pencapaian kepada hidup kristiani. Tetapi semua di atas adalah pernyataan-pernyataan yang berbenturan dengan tata aturan bangsa yahudi yang merupakan pusat dan awal munculnya injil-kabar gembira. Penyangkalan dengan implikasi yang intrinsic yang sangat berfaedah dating dari salib. Untuk keutuhan bangsa atau untuk mendirikan atau mempertahankan bangsa atau rasial prerogative di dalam kekristenan (gereja kristen) akan penghinaan. Pada dasarnya bahwa Kristus wafat untuk semua tanpa membedakan satu dengan yang lain. Dan dalam terang pengalaman yang mesra akan kedua hal ini terjadi sebelum dan sesudah perubahannya, kepenuhannya ada pada sebuah agama. Hal itu yang menjadi alasan kuat secara hukum dimana tidak akan pernah manusia dibawa kepada Tuhan. Untuk pergerakan kembali melihat pada keadaan kacau balau (tidak tenang), merupakan suatu bagian terpenting dari suatu cara yang sangat bijaksana untuk pergi ke Yerusalem dan berunding tentang Ibu Gereja. Paulus dan Barnabas hadir di komunitas Anthiokia yang mana berusaha untuk mendirikan dan menegakan kebebasan hukum. Di dalam Galatia ada perbincangan tentang relasi bersama yang dapat dibuktikan dalam Kisah Para rasul 11 dan 15 dan Galatia 2. Di kota suci Paulus juga dikenal sebagai rasul yang memperoleh persetujuan rasuli dan ditonjolkannya melalui pekerjaan dan pengajarannya kepada orang-orang bukan Yahudi. d. Dalam pertemuan para pejabat, Petrus mengambil inisiatif dan berbicara lebih banyak tentang kebebasan orang-orang bukan Yahudi. “Oleh karena itu, sekarang mengapa engkau mencobai Tuhan dengan meletakkan beban di atas tengkuk para murid yang mana tidak dapat dipikul, baik oleh nenek moyang kita, maupun oleh kita sendiri” (Kis 11:10). Ia didukung oleh Yakobus, yang dinyatakan secara tegas sebagai pelindung perayaan Yahudi dari putusan yang telah di konfirmasikan dalam perjanjian lama (OT). Sebelumnya Yakobus berpikir tentang cara menambahkan kemungkinan-kemungkinan yang layak dengan melihat daya tanggapan perasaan orang Yahudi dalam komunitas-komunitas campuran. Pada taraf (tahap) ini, sebagai suatu RESCRIPT yang ditunjukkan dalam pandangan gereja, perjanjian yang memiliki jangkauan yang luan dan penghargaan terhadap Paulus dan Barnabas secara bersama dengan menolak lawan-lawan mereka, membuat hal itu jelas bahwa kemenangan adalah milik mereka. Pemilihan Ydas dan Silas untuk menjadi pemikul atau pejuang atau pemegang titah rasul dan mereka disetujui oleh banyak orang. Dalam diri Silas, Paulus menemukan bahwa ia sebagai roh keluarga, sehingga ia memilihya, pada tempat lain Barnabas sebagai kepala persekutuan (kelompok persahabatan) pada perjalanan misionaris yang kedua. Perjalanan Misi Yang Kedua : Mereka melintasi Syria dan Kilikia. Kota-kota Galatia dikabarkan juga dalam perjalanannya. Pelarangan terjadi untuk tidak berkhotbah dengan para proconsul Asia. Mereka pada akhirnya melewati utara ke perbatasan Betania. Di wilayah ini mereka tidak diijinkan bahkan untuk tidak boleh masuk sehingga mereka berbelok ke barat lagi, melewati Misia dan mencapai di pantai Troas, dimana visi surgawi memanggil mereka untuk menuju ke Makedonia. Pada titik ini dalam narasi Kisah Para rasul terjadi pada kita ‘menjadi bagian’ menunjukkan bahwa St. Lukas sudah berada di pesta itu. Timotius sudah diambil di Listra. Mereka mengarah ke Eropa di nekapolis, ujung dari jalan raya Egnatian yang terkenal dan bergegas ke Filipi yang merupakan kota utama di bagian Makedonia. Pelayanan di sana memiliki tiga fase yaitu:
1.      Pewartaan di tepi sungai dengan pertobatan Lydia.
2.      Pengusiran dari seorang budak perempuan dari semangat peramal diikuti oleh deraan dan pemenjaraan para pengkotbah.
3.      Konversi penjara mereka. Kementrian Filipi sangatlah penting di sini bahwa di sebuah koloni Romawi, Paulus pertama mendesak begitu kuat tentang kewarganegaraan Romawinya. Perbertobat tersebut secara khusus oleh Lukas berbeda dalam tingkatan sosial dan pendidikan religius serta menggambarkan pendapat Paulus bahwa di dalam Kristus tidak ada orang Yahudi atau  pun Yunani, hamba atau orang merdeka, laki-laki atau perempuan. Dan rangkaian pertobatan mereka adalah simbol dari pewartaan Injil di luar Palestina, penyebaran melalui kampung-kampung Yahudi di dunia Yunani menuju Roma sebagai pusat peradaban. Paulus dan Silas terus berlangkah  ke arah barat sepanjang jalan utama ke Tesalonika, ibukota Makedonia dan di sini mereka berkotbah untuk waktu yang singkat dengan kesuksesan kecil di antara orang-orang kafir. Tetapi permusuhan dari orang-orang Yahudi memaksa mereka untuk mengungsi ke Berea. Dan kita menemukan Paulus untuk sesaat di Athena sedih dan sendirian. Sebelum menempuh Korintus dalam perjalanan laut antara Roma dan  E sebagai pusat kegiatan misinya saat itu ia berdiskusi dengan para filsuf Athena untuk menunjukkan bahwa dia bisa menggunakan bahasa dari budaya yang lebih tinggi ketika diperlukan namun kecemasan untuk melayani semua itu juga terjadi dalam hubungan dengan paganisme, oleh kebencian bawaan, akan adanya sesuatu yang berkaitan dengan penyembahan berhala. Ia menghabiskan 18 bulan di Korintus, besama dengan Aquila dan Priskila mereka membuat dan menjual tenda yang mana berarti dia mewartakan seluruh tentang Korintus. Sebuah usaha pasti memiliki resiko yang dapat disamakan di benak mereka dengan petualangan sosial maupun nuansa politik. Pada pertemuan dengan oposisi dari Sinagoga, ia berubah di bawah ilham ilahi, misi Yahudi untuk kafir sebagian besar dan salah satu yang bermanfaat bahwa: “Tuhan berfirman kepada Paulus di dalam suatu penglihatan: jangan takut! Teruslah memberitakan firman dan jangan diam. Sebab aku menyertai engkau dan tidak ada seorangpun yang akan menjamah dan menganiaya engakau, sebab banyak umatKu di kota ini”(Kis 18:9-10). Ia menulisnya di kota Akhaya terkait dengan surat 1 dan 2 Tesalonika. 704a. Perjalanan Misi Yang Ketiga Setelah pulang kembali ke pusat di Orontes, perjalanan misi yang ketiga sudah hampir diselesaikan. Dia melewati daerah Galatia dan Frigia  dan menuju  Efesus dimana ia mengalami percekcokan di Sinagoga selama tiga bulan dan kemudian di rumah Tyranus selama lebih dari dua tahun. Kelompok orang-orang yang percaya perlahan-lahan mulai berkembang dan Kabar Gembira/Injil, syukur atas perubahan-perubahan baru yang telah disebarluaskan ke lembah Likus bersama kelompok-kelompok formasi Kristen di kota Kolose, Laodikea, dan Hieropolis. Untuk periode inilah ditetapkan surat-surat utama---surat kepada umat di Galatia untuk yang pertama/pembuka, karena itu ditetapkan pada perjanjian sebelum Konsili Yerusalem, surat kepada umat di Roma untuk yang terakhir/penutup, dan surat kepada umat di Korintus di tengah/di antaranya. Semua surat itu kadang-kadang ditulis dengan sebuah pengecualian kepada umat di Roma dimana sebuah risalat yang terus berlanjut secara sangat jelas dan membedakan buah-buah/hasil permenungannya pada inti pokok persoalan pada waktu itu yakni hubungan antara Gereja dan Sinagoga. Pada akhir pemerintahan Efesus, keputusan Paulus dalam roh untuk melintasi daerah Makedonia dan Akhaya dan pergi ke Yerusalem, berkata; “Setelah aku berada di sana, aku harus melihat Roma juga” (Kis. 19:21).  b. Usaha/karya mendirikan Gereja di Efesus sudah selesai. Dari Yerusalem ke Illirikum (Rom. 15:19), dia telah sepenuhnya menyebarluaskan pewartaan Injil ke belahan dunia barat, dan kini dia telah dipilih pada waktu ia mempersembahkan di Yerusalem sumbangan berupa uang yang diberikan oleh jemaat-jemaat non Yahudi bagi kekurangan/kemiskinan Gereja induk, agar mencari lahan pewartaan di wilayah dunia barat/Eropa dimana Kristus belum dikenal. Paulus yang secara nyata telah mengerjakan banyak hal-hal yang berguna untuk sumbangan ini demi kepentingan orang-orang miskin Yerusalem, tidak lagi diragukan sebagai bukti konkret dari ketekunan/kesetiaan orang-orang Kristen Non Yahudi untuk anggota-anggota yang percaya di Yusea. Dia sedikitnya menerka bahwa kunjungannnya ke Roma akan tertunda untuk beberapa tahun dan bahwa pada akhirnya dia akan tiba ke sana sebagai seorang tawanan untuk naik banding kepada kaisar. Namun yang akan terjadi ke depan itu telah tertuang ke dalam bayangannya sebelumnya. Di Efesus, gangguan dari seorang tokoh terkenal hampir mencabut nyanwanya (Kis. 19:23-31); di Korintus, dibuat sebuah perubahan rencana yang cukup urgen dengan mengetahui bahwa orang-orang Yahudi telah bersekongkol untuk menentang dia (Kis. 20:3), dan dalam perjalanan pulang dari Aegen, Roh Kudus, dari kota ke kota telah memberi kesaksian bahwa sengsara dan penjara/perbudakan menunggu dia (Kis. 20:23).    

ZIARAH: BERGERAK DARI KEDANGKALAN MENUJU KEDALAMAN



BERGERAK DARI KEDANGKALAN MENUJU KEDALAMAN

Ziarah merupakan salah satu jalan yang memampukan manusia kristiani pada khususnya untuk menemukan makna pencarian tujuan hidup. Ziarah dapat pula merupakan proses pertobatan dari cara hidup lama menuju cara hidup baru. Ziarah bertolak dari sebuah kesadaran dalam diri yang penuh dengan cinta dan harapan. Cinta dan harapan merupakan sebuah korelasi yang kuat yakni bahwa cinta dan harapan yang telah dimulai oleh Allah terhadap umat-Nya sekaligus menjadi cinta dan harapan pula agar manusia bertobat.
Manusia yang berziarah (baca: kita) adalah manusia yang meninggalkan kesibukan sehari-hari dan berjalan menuju tempat ziarah. Perjalanan fisik ini mengingatkan kita bahwa kita semua (Gereja) sedang berziarah menuju tanah air surgawi. Konteks kata berjalan menandakan proses penemuan diri yang total dari setiap kesempatan berziarah. Kitab Mazmur 120:1-134:3 dipahami sebagai nyanyian ziarah atau yang disebut sebagai "nyanyian pendakian". "Nyanyian Pendakian" mengacu kepada mazmur-mazmur yang dinyanyikan orang Yahudi bersama-sama manakala mereka "naik" ke Yerusalem sebagai peziarah untuk merayakan hari raya kudus mereka.
Tuhan Yesus adalah bukti nyata tentang tokoh ziarah yang membawa keselamatan bagi umat-Nya. Dalam hal ini, Yesus mengadakan ziarah pada umat manusia demi mewartakan keselamatan. Dengan demikian, ziarah sendiri telah dimulai terlebih dahulu oleh Allah. Dia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya. Dia berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. “Yesus berziarah karena Dia mencintai!”
Peziarahan Yesus dapat dipahami  dalam konteks demikian “dalam waktu atau dalam sejarah keselamatan,” yang dimaknai dalam dua hal, sebagai: Exitus, yang berarti bahwa Dia keluar dari keabadian dan masuk ke dalam waktu untuk menjadi Manusia. Puncak ziarah ini adalah peristiwa Salib. Di satu sisi juga sebagai Reditus yang berarti Yesus kembali kepada Bapa setelah peristiwa Salib. Dengan demikian, ziarah mempunyai makna yang sangat dalam bagi manusia. Dasarnya adalah bahwa Yesus Kristus sebagai Homo viatus.  Manusia-Ilahi yang terus berziarah dalam Roh  dan menemani manusia. Maka, dalam Roh, manusia terus berziarah di mana dan kapan-pun.
Gereja yang Berziarah
Gereja sebagai umat Allah yang berziarah, menggarisbawahi bahwa titik awal peziarahan Gereja adalah pada pengalaman Paskah. Di dalam Sakramen Baptis, kita memulai peziarahan kita. Kita berziarah, bergerak dari hal dangkal menuju kekedalaman. Ziarah adalah sebuah gerakan menuju pertobatan, sebagaimana ditegaskan oleh Tuhan Yesus ketika bercakap-cakap dengan seorang perempuan Samaria (Yoh 4: 1-42). Secara khusus ditegaskan bahwa “… penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran” (Yoh 4: 23). Penyembahan kepada Allah dalam roh dan kebenaran itu bukan sekadar tindakan lahiriah, melainkan sebuah tindakan batiniah. Maka, ziarah bukan dimaksudkan untuk mengalami peristiwa sentimentil (mujizat, dll.), tetapi untuk memperoleh pengalaman ontentik bersama dengan Tuhan Yesus. Ziarah juga dimaksudkan agar kita mengalami perubahan atau pertobatan. Pengalaman sejati itu mesti mendorong Gereja untuk terlibat dalam dunia nyata dan bekerja sama dengan orang lain. Karena itu, peziarahan kita tidak akan pernah selesai dan inilah karakter eskatologis Gereja. Roh Kuduslah yang menggerakan hati kita untuk berziarah. Sebagaimana dahulu Roh Kudus memerlukan Maria untuk melakukan peziarahan-Nya (Allah Putra menjelma menjadi Manusia), demikian pula Dia tetap memerlukan Bunda Maria dalam peziarahan kita kepada Allah.
Alm. Paus Yohanes Paulus II secara khusus dalam pembukaan perayaan Yubilium Agung tahun 2000 mengundang umat Katolik untuk melanjutkan tradisi gereja sebagai salah satu jalur istimewa untuk meneguhkan iman yaitu melalui tradisi ziarah. Pada setiap agama dan suku, peziarahan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan sosial dan dalam hidup keagamaan. Berziarah dapat dianggap sebagai suatu pembebasan batin, karena berakar pada pengalaman religius. Orang yang berziarah memiliki makna manusia yang pergi atau berjalan. Pergi atau berjalan di sini dapat diartikan sebagai:
· Berpisah atau beralih dari status-quo, yaitu: melepas diri dari lingkup hidup  keseharian.   Pada umumnya lokasi peziarahan terletak di luar keramaian dan dekat dengan alam. · Melakukan gerakan untuk menemukan atau bertemu dengan sesuatu yang baru atau melakukan perubahan.

Salah satu manfaat ziarah adalah mempertajam kepekaan terhadap yang rohani dan duniawi, karena selain pengalaman bertemu secara batin dengan yang transenden, pengalaman fisik selama ziarah juga menciptakan hubungan akrab dan baru antara individu-individu yang ambil bagian dalam peziarahan itu satu sama lain maupun dengan alam sekitar. Ada beberapa macam tradisi ziarah yang dapat diamati dalam kehidupan umat Katolik. Pertama, mengunjungi tempat-tempat Yesus pernah hidup di dunia ini yang terletak di Palestina. Kedua, ziarah ke tempat-tempat yang secara khusus dimaksudkan untuk menghormati Ibu Maria (Gua Maria Lourdez Sendangsono). Ketiga, ziarah ke tempat-tempat para tokoh Gereja yang pernah hidup atau dimakamkan, misalnya Basilika St. Petrus di Roma. Keempat, ziarah kubur publik yang dilakukan pada bulan tertentu, yaitu setiap bulan November.  

KEEMPAT SANGKAKALA YANG PERTAMA



    KEEMPAT SANGKAKALA YANG PERTAMA
                                                             
                                                           
  

      Kitab Wahyu secara praksis dalam dunia saat ini, dikatakan dapat juga diaplikasikan secara nyata karena berbicara mengenai masalah-masalah serius yang dialami oleh manusia zaman ini. Kitab Wahyu terkhusus dalam 8: 6-13, mengangkat persoalan yang selalu menjadi hal negatif dalam diri manusia. Pada perikope 8:6-13, terdapat berbagai elemen yang menjadi kajian untuk melihat sejauh mana manusia telah berbuat dosa di hadapan Allah. Pernyataan ini bertolak dari judul sederhana yang diangkat dalam topik ini. Sangkakala yang telah dibunyikan oleh para malaikat menyatakan sebuah pesan. Kita dapat memahami bahwa malaikat adalah sosok yang membunyikan sangkakala tersebut. Bunyi sangkakala dari para malaikat itu sebenarnya merupakan perwakilan dari peringatan di surga. Allah telah mengetahui segala yang diperbuat oleh umat-Nya. Unsur-unsur teks yang terdapat di dalamnya meliputi, malaikat sebagai pembawa pesan. Unsur lainnya adalah sangkakala, dan segala benda yang ada di bumi (semisal, pohon, api, darah dan sebagainya). Unsur-unsur teks ini menggambarkan dua hal. Pertama: Allah telah melihat segala perbuatan manusia. Allah telah mengetahui apa yang menjadi hal ikhwal perbuatan manusia. Pernyataan ini merujuk pada penglihatan Ilahi dalam Allah sendiri. Kedua: unsur dunia yang ditampilkan, sebagai bagian dari perbuatan manusia berdosa.
     Struktur teks dari perikope ini, bagi saya pribadi terbagi dalam dua bagian besar: Pertama: penulis kitab Wahyu menggunakan kata sepertiga untuk menggambarkan hanya sebagian yang telah dihancurkan dari unsur duniawi. Penulis kitab Wahyu sebenarnya memiliki maksud tersembunyi dengan penggunaan kata tersebut. Saya berpandangan bahwa kata sepertiga  dalam kitab wahyu 8:6-13 ini adalah sebuah topia bagi manusia yang ingin berbalik pada Allah. Artinya bahwa masih ada pengharapan baru bagi manusia yang hendak bertobat. Hal ini saya pahami dari penggunaan kata secara berulang-ulang dari penulis kitab wahyu atas kata sepertiga. Kata sepertiga menyatakan ketidaktotalan. Sepertiga melambangkan sebagian dari seluruh yang telah dijamah dan ini terkait dengan kehancuran tidak total dari hidup manusia yang berdosa. Ayat terakhir membuktikan (ayat 13) harapan bahwa manusia dapat kembali bertobat. Kedua: Kitab Wahyu untuk perikope ini berbicara secara khusus tentang kejatuhan manusia dalam dosa. Manusia yang berdosa tidak serta merta membuat Allah menjadi murka dan meninggalkan mereka. Allah tetap setia dan menanti kedatangan mereka (baca: bertobat). Allah tetap memberikan pengampunan kepada mereka.

        Keempat sangkakala pertama digambarkan dalam Wahyu 8:6-13. sangkakala adalah “isi” dari ketujuh meterai (Wahyu 8:1-5). Sangkakala pertama mengakibatkan hujan es dan api yang menghancurkan kebanyakan tanaman dalam dunia (Wahyu 8:7). Sangkakala kedua dari ketujuh sangkakala mengakibatkan apa yang kelihatannya merupakan meteor yang jatuh ke dalam laut dan mengakibatkan musnahnya kebanyakan makhluk hidup dalam laut (Wahyu 8:8-9). Sangkakala ketiga sama dengan sangkakala kedua kecuali bahwa dampaknya mempengaruhi danau-danau dan sungai-sungai dan bukannya lautan (Wahyu 8:10-11). Sangkakala keempat mengakibatkan matahari dan bulan menjadi gelap (Wahyu 8:12). Semuanya adalah gambaran dari hukuman Allah atas bumi.           






       Empat sangkakala pertama mengangkat hal ikhwal tengan pemaknaan atas Hujan es yang melambangkan hukuman dan murka Allah (bdk. Yesaya 28:2-17). Api (Ulangan 32:22). Darah mencerminkan kematian. Kematian moral. Kematian rohani. Kematian fisik. Manusia telah mengalami kematian untuk aspek-aspek ini. Laut adalah keresahan dari kebanyakan umat manusia (Daniel 7:2-3). Pohon-pohon mewakili kebanggaan dan kehebatan umat manusia. manusia yang menyombongkan diri di hadapan kemuliaan Allah (Daniel 4:20-22). Rumput dipakai untuk memaknai manusia secara umum, (Yesaya 46:7). Apsintus melambangkan sebuah tanaman (pohon) yang pahit. Kepahitan pohon tersebut mengindikasikan kedukaan manusia yang mendalam. Kedukaan manusia diakibatkan oleh dosa manusia yang semakin besar di hadapan Allah. Manusia semakin berada dan menuju pada puncak kedosaannya. Setiap sangkakala yang dibunyikan menunjukan bahwa manusia telah berada dan beralih dari kebaikan menuju kedosaan yang besar. Pada penghujung teks yang memuat tentang bunyi sangkakala ke empat, semakin menunjukan karakteristik manusia yang susah untuk bertobat. Hal ini digambarkan dengan adanya kegelapan yang membawa kata sepertiga untuk matahari, bulan dan bintang. Hal senada juga diperuntukan bagi kegelapan yang melanda siang dan malam hari dalam ukuran sepertiga.
      Runutan logika yang hendak ditampilkan adalah tentang dimensi kedosaan manusia yang semakin tidak dapat dibendung. Sepertiga dari matahari, siang dan malam telah menjadi gelap tidak serta merta menyurutkan kebenaran yang hendak diwartakan. Allah adalah kebenaran yang mampu menghalau kegelapan dosa manusia. Kegelapan tidak mampu menutupi seluruh bumi karena kebenaran akan menang atasnya. Allah tetap memberikan kesempatan kepada kita untuk bertobat dan hidup secara benar. Pada ayat 13 (ayat yang terakhir dalam perikope ini) mau menyatakan bahwa sebelum hukuman selanjutnya dijatuhkan yakni dengan ditiupnya sangkakala yang lain, ada sebuah peringatan besar yang disampaikan ke seluruh bumi. Seekor burung Nazar di dalam teks ini menandaskan tentang tanda penghukuman. Burung Nasar tersebut berkata: “Celaka, celaka, celakalah mereka yang diam di atas bumi.” Ini adalah sebuah kemurahan dari Allah. Saat kita melihat penghukuman sebelumnya, hanya menghancurkan sepertiga bagian bumi. Itu berarti Allah tetap memberikan peringatan agar manusia bertobat sebelum penghukuman Allah yang mengerikan ini dijatuhkan atas mereka, Allah sungguh menginginkan kita bertobat.  Sebelum Allah melakukan sesuatu di dalam penghukuman-Nya, Dia selalu memberi peringatan. Di sini tampak dimensi misioner dari kitab Wahyu. Pengulangan kata sepertiga dan celaka menyatakan ekonomi keselamatan manusia yang selalu berasal dari Allah sendiri.
      Seruan burung Nazar (Rajawali dalam terjemahan Indonesianya) dalam ayat 13 untuk kata celaka diulang sebanyak 3 kali.  Dua kata dalam bahasa Yunani yang dapat dipakai untuk menggambarkan maksud penulis kitab Wahyu terkait dengan pengulangan kata celaka ini merujuk pada dua kelompok orang. Pertama adalah paroikeo. Paroikeo berarti  untuk kelompok orang yang berdiam sebagai “pengembara” di dunia. Kedua: adalah katoikeo yang berarti untuk sekelompok orang yang “tinggal menetap.” “Celaka bagi orang-orang yang telah kehilangan visi mereka tentang surga.” Hal ini berefek pada kelompok katoikeo. Mereka bukan sebagai pengembara. Mereka tidak lagi memiliki Allah di dalam hati mereka. Utopia mereka yakni berada di dunia ini. Firdaus mereka berada di dunia ini. Pengharapan mereka berada di dunia ini. Hidup mereka berada di dunia ini.  Mereka tidak lagi merasakan gaya tarik dari atas yakni dari Allah sendiri. Allah yang sejati tidak ada di dalam hati mereka. Celakalah, kata Tuhan bagi katoikeo, orang-orang yang membangun setiap pengharapan dan mimpi mereka di dunia ini dan mereka bukan lagi pengembara dari dunia ini yang menuju dunia yang akan datang.
     Pesan pastoral yang dapat dimaknai dari kenyataan perikope ini yakni terkait dengan Allah tidak akan meninggalkan umat-Nya, sekalipun mereka telah berdosa. Manusia bisa saja berpaling dari Allah, namun Allah tidaklah demikian. Allah mencintai umat-Nya. Seruan celaka sebanyak tiga kali adalah seruan peringatan dari Allah untuk manusia. Hal ini terkait dengan 3 sangkakala yang akan dibunyikan. Kita, umat ciptaan Allah, sepantasnya bersyukur karena Allah telah memiliki kita. Allah yang penuh belas kasih. Untuk itu, kita pun diharapkan dapat mengalami kesadaran dari dalam diri untuk bertobat.