MANUSIA VS ALAM
(Menabur Serakah Menuai Bencana)
Awal Kata
Manusia dan alam sejak dulu dan
selanjutnya adalah dua sahabat yang tak dapat dipisahkan, dua rekan sejalan,
dua nyawa yang tahu tentang kesedihan, kegembiraan, kerinduan dan usaha mereka.
Relasi manusia dan alam adalah relasi keakraban dan timbal balik antara dua
subjek tanpa harus ada yang merusakkan, menyakitkan atau menghancurkan satu
sama lain. Alam adalah tempat tinggal (Yunani: Oikos) dan tempat pijakkan hidup manusia. Manusia mempunyai
tanggungjawab besar untuk memelihara alam dan melestarikannya, karena dapat
dikatakan bahwa kematian alam adalah kematian citra kemanusiaan manusia dan
kematian manusia sebagai makhluk yang terbatas. Tetapi kini bisa dilihat bahwa
bumi dan manusia juga bisa “bermusuhan”. Ini adalah permusuhan klasik, manusia
vs alam, muncul ketika ada tujuan keserakahan manusia terhadap alam. Ketika ini
terjadi, alam dengan kekerasan dan keganasannya menyebabkan kehancuran luar
biasa.
Menabur Serakah Menuai
Bencana; Mencipta Potret Alam yang Memprihatinkan Akibat Pengeksploitasian Alam
Nasib alam kini sungguh tragis,
nyaris tak berwajah lagi. Fakta berbicara bahwa beberapa dekade terakhir ini,
alam telah kehilangan wajah aslinya yang dengan keindahan dan kekayaannya telah
menghidupi manusia. Banyak pohon telah ditebang, hutan-hutan dibakar tanpa
belaskasihan, ribuan jenis hewan dan tumbuhan terpaksa harus punah akibat
kerusakan hutan.
Satu hal yang tak dapat disangkal
bahwa rasionalitas modern dengan teknologi-teknologi mutakhir yang dipakai
untuk membantu manusia dalam kehidupan ternyata telah menghasilkan eksploitasi
dan kontaminasi alam secara besar-besaran. Tumpahan minyak di lepas pantai
Barbara California, pencemaran air raksa di teluk Maimata Jepang, hujan asam di
Eropa Timur, Pencemaran udara di China yang sangat mengganggu kesehatan, luapan
lumpur Lapindo di Sidoarjo adalah kumpulan fenomena krisis lingkungan.
Peradapan industrial tentu saja mencemari lingkungan dengan bahan-bahan kimia
beracun sintetik dan unsur-unsur radioktif, adanya termonuklir yang semuanya
menciptakan skenario terburuk yang dapat dibayangkan yang sedikitnya telah
berhasil dipentaskan oleh alam yang mengganas. Alam tidak hanya dikuras tetapi
juga dirusak. Alam lingkungan Cuma dilihat sebagai objek garapan yang dikikis
habis-habisan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan yang mana
menghasilkan kehadiran bencana yang datang silih berganti di setiap daerah.
Dampak dari manusia vs alam, bukan
saja terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta yang di hampir setiap
pelosoknya dilanda banjir tetapi juga di kota-kota lain di Indonesia, baik
kota-kota besar maupun di kota-kota kecil.
Menggagas Kembali
Kultur Cinta Lingkungan
Kesadaran yang mendalam tentang
keterikatan manusia dengan alam adalah hal terkecil yang dapat dilakukan
sebagai langkah awal untuk membangun kembali kultur cinta lingkungan. Dalam
kebanyakan kebudayaan asli, alam ditampilkan sebagai yang mempunyai roh atau ilahi (Kami
Jepang kuno merupakan contoh utama) – dan karenanya objek langsung dari hormat
atau sembah; dalam beberapa kebudayaan tradisional (di antaranya orang Yahudi,
misalnya di Timur Tengah) alam merupakan ciptaan Allah, maka harus digunakan
dengan hati-hati dan diteruskan secara utuh, dalam kebudayaan lain (Taoisme
Cina), manusia dianggap sebagai bagian dari alam dan hidup manusia yang baik
dimengerti sebagai hidup dalam harmoni dengan alam; masih dalam kebudayaan
lain, kesatuan semua kehidupan digambarkan bersama dengan sikap ahimsa untuk menghormati semua benda
yang hidup (disebut Brahman dalan
Advaita Vedanta).
Konsep hidup menurut Tao, alam melengkapi aksioma
evolusioner dan ekologis dan bahwa manusia adalah bagian dari alam dan harus
menyesuaikan cara-cara hidupnya dengan proses dan siklus alami. Khususnya di
dalam konsep Taois mengenai Wu Wei, para
ahli etika lingkungan barat telah menemukan analog timur tradisional mengenai
apa yang mereka sebut teknologi tepat guna, teknologi yang bercampur dengan dan
melengkapi kekuatan-kekuatan alami dipertentangkan dengan teknologi yang
melawan dan mencoba menguasai dan mereorganisasi alam.
Dengan demikian dapat dilihat bahwa tiap-tiap
kebudayaan selalu menghargai alam sebagai tempat hidup, menghormati alam dan
tidak pernah mengajarkan untuk mengekspoitasi alam yang dapat mengakibatkan
bencana yang tak dapat dihindarkan.
Akhir Kata
Alam kita saat ini sangatlah
memprihatinkan untuk ditata sebagai ciptaan yang pada mulanya adalah baik
adanya. Alam kita telah tereksploitasi oleh subjek manusia yang menguasai alam.
Kini, dampaknya dapat dirasakan oleh manusia itu sendiri, dimana alam
mengganas. di saat alam tidak bersahabat, menusia harus terseret, tertindih,
tenggelam tak bernyawa, panas yang membakar tubuh dan beberapa dampak lainnya
yang merugikan manusia itu sendiri. Oleh karena itu, marilah berbenah diri dan
bersahabatlah dengan alam selagi masih ada waktu, bukan hanya untuk kini, tapi
juga untuk masa depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar