Sabtu, 24 Agustus 2013

membangun harapan dalam kebersamaan



membangun harapan dalam kebersamaan

M
emang bukanlah sesuatu yang berlebihan jika orang mengatakan “harapan adalah awal dari segalanya”, karena memang demikianlah adanya hidup dan kehidupan manusia. Hidup selalu dibangun di atas fondasi harapan. Hidup tak lain adalah setumpuk harapan yang kemudian dirangkai menjadi cita-citadan impian tentang sebuah hari esok yang lebih baik. Sadar ataupun tidak, sesungguhnya dari sinilah sebuah peradaban dibangun. Dari segenggam harapan yang tumbuh, yang kemudian berkembang menjadi sebongkah impian dan selanjutnya melahirkan sebuah bangunan peradapan.
            Dengan demikian, peradaban manusia ditandai dengan aneka kemajuan seperti yang disaksikan sekarang tidak akan pernah ada, kalau manusia itu sendiri tidak pernah memiliki sebuah pengharapan di sepanjang hidupnya. Kita tak akan pernah berjumpa dengan pelbagai keccanggihan teknologi, kemajuan ilmu pengetahuan, andai saja manusia tak berani membuat impian, tak berani membuat percobaan dan terobosan, serta tak berani membangun harapan. Dalam konteks ini, wajar kalau sampai ada yang mengatakan bahwa ‘dalam hidup, terkadang kita harus berani bermimpi, karena hidup seringkali bermula dari sebuah impian’. Dari sini, dapat kita yakini bahwa harapan merupakan sebuah energi hidup yang seringkali menjadikan hidup menjadi lebih bermakna. Dengan sebuah harapan, manusia dapat menciptakan pelbagai macam hal untuk memenuhi dan mencapai apa yang diharapkannya itu. Sehingga adalah sebuah kebenaran yang tak dapat terbantahkan bahwa, ‘harapan adalah sumber energi bagi kehidupan’, yang karenanya menjadikan hidup itu bisa menghasilkan sesuatu.
            Dalam penggalan sejarah hidup manusia, barangkali cukup sering kita jumpai betapa dahsyatnya kekuatan sebuah harapan. Bagi seorang yang sedang sakit misalnya, harapan yang kuat untuk sembuh telah memberikan kekuatan luar biasa kepadanya untuk terus berjuang dan berperang melawan sakit yang dideritanya. Dan seringkali sebuah harapan yang kuat dapat membantu seseorang untuk cepat pulih dari keadaannya. Bagi seorang ayah, harapan dan impian untuk membangun masa depan keluarga yang lebih baik  adalah sumber energi luar biasa untuk bertahan dan sabar dalam melakoni peran sebagai seorang ayah yang seringkali tidaklah gampang. Pendek kata, membangun harapan sepertinya adalah suatu hal yang perlu kita lakukan secara sadar dan terencana. Karena hidup hanya sekali, maka penting bagi kita untuk menulis naskah harapan dalam kehidupan kita. 
            Tentu ada begitu banyak harapan yang mau dibangun dan dikejar dalam hidup ini. Ada harapan yang muncul spontan sebagai seorang individu, harapan sebagai anggota masyarakat, sebagai kepala keluarga, sebagai warga negara, sebagai bagian dari Gereja, dan tak lupa sebagai anak-anak Allah. Karena pentingnya harapan ini dalam semua dimensi kehidupan kita, wajar kalau kita mengaitkan harapan ini dengan keimanan, dan karenanya haram hukumnya bagi yang beriman untuk berputus asa. Tetapi satu hal yang tak boleh begitu saja diabaikan di dalam usaha membangun fondasi harapan yakni bahwa nilai kemanusiaan haruslah menjadi yang utama. Hal ini dikarenakan oleh kenyataan bahwa sebagai manusia, kita selalu hidup dalam komunikasi dan hubungan dengan orang lain. Sehingga setiap harapan yang dibangun itu, hendaknya bisa bermanfaat bagi kemanusiaan dalam artian bahwa bisa membawa sesuatu yang bernilai bagi kebersamaan kita sebagai umat manusia. Oleh karena itu, salah satu harapan dan impian yang perlu dibangun adalah bagaimana menata sebuah komunitas hidup manusia yang bikin hidup lebih hidup. Dan harapan untuk menata komunitas manusia yang bikin hidup lebih hidup, prasyarat utama yang hendaknya perlu diupayakan adalah membina hidup damai, membina hidup solider dan mengembangkan rasa saling menghargai.
            Kardinal Jean Louis Tauran pernah mengatakan bahwa semua manusia dipanggil untuk mempromosikan kebudayaan damai. Karenanya, setiap waktu selalu merupakan suatu kesempatan penting bagi segenap komunitas manusia untuk mewujudkan budaya damai. Penting bahwa semua kita memberi kesaksian tentang keyakinan agama kita dengan suatu kehidupan yang terus terintegrasi dan menyatu dengan rencana Sang Pencipta, suatu kehidupan yang menaruh perhatian pada pelayanan saudara-saudari kita dalam solidaritas dan persaudaraan yang semakin kental dengan penganut agama lain dan semua orang yang berkehendak baik, dengan kerinduan untuk bekerjasama demi kesejahteraan bersama.
            Sejalan dengan ini, di masa-masa sulit yang sudah dan sedang kita lewati, setiap manusia bertanggungjawab mengupayakan perdamaian, dengan memperlihatkan rasa hormat terhadap kebebasan hati nurani, yang merupakan hak individu dna komunitas dimana saja melalui praktek hidup damai dengan semua orang. “Umat manusia merupakan suatu keluarga besar, dan penghuni bumi ini terpanggil untuk membangun hubungan solidaritas dan kerjasama di antara mereka”, tulis Paus Benedictus XVI dalam The Human Family, A Community of Peace (keluarga Manusia, Komunitas Perdamaian). Perlu dipertimbangkan prasyarat yang perlu bagi sebuah kebudayaan damai, persaudaraan dan solidaritas di antara umat manusia untuk dibangun, yang di dalamnya memungkinkan setiap orang dapat sepenuhnya terlibat secara aktif dalam pembangunan masyarakat seraya terus meningkatkan rasa persaudaraan, dengan melakukan apa saja untuk menyingkirkan, mengutuk, menolak setiap hal yang menimbulkan kekerasan yang tak pernah mungkin digerakkan dan menggerakkan rasa kemanusiaan, sebab kekerasan itu melukai citra Allah di dalam diri manusia. Kekerasan dalam segala aspeknya, tidak pernah mampu menyelesaikan konflik-konflik yang timbul. Justru sebaliknya, kekerasan dalam upaya menyelesaikan masalah hanyalah menciptakan mata rantai kekerasan, yang mematikan dari kebencian yang merusak, dan yang serentak menciptakan kerusakan umat manusia dan masyarakat.
            Sebagai manusia yang dianugerahi kemampuan akal budi, semua itu terserah kepada kita, apakah kita bersedia menjadi pembawa harapan dan perdamaian, pembela hak asasi manusia, penjamin kebebasan yang menghormati setiap pribadi. Di sini, sebuah harapan hidup yang hendaknya dibangun adalah yang menyebabkan tidak ada individu yang harus disingkirkan, merasa terancam dan bahkan harus dihilangkan hanya karena alasan ras, agama, atau karakteristik pribadi lainnya. Bersama-sama, sebagai keluarga manusia, kita dipanggil untuk menyebarkan suatu virus damai, virus persaudaraan, prinsip hidup yang menghormati kemanusiaan. Kita dipanggil untuk mewartakan sebuah pesan kasih di antara manusia. Secara khusus, kita bertanggungjawab untuk memastikan bahwa setiap orang terutama kaum muda kita dibentuk dalam semangat ini, karena kita semua bertugas untuk memperhatikan penyebaran suatu ajaran yang adil.
            Inilah harapan yang perlu terus dibangun dalam hidup setiap umat manusia. Walaupun sekali lagi, harapan memang bukanlah segalanya, tapi dia adalah awal dari segalanya. Oleh karena itu, kita tak boleh berhenti untuk berharap. Kita tak boleh kehilangan keyakinan karena hasil yang kita dapatkan sesungguhnya selalu akan berbanding lurus dengan usaha yang kita lakukan. Dan salah satu usaha itu adalah memantapkan fondasi bangunan harapan kita tentang sebuahu hidup damai, sebuah hidup penuh persaudaraan, sebuah hidup penuh kasih, hidup yang semakin memanusia, hidup yang bikin hidup lebih hidup. Dan sesungguhnya setiap detik kehidupan adalah saat yang tepat bagi kita untuk kembali menata bangunan harapan itu. Secara umum, tentunya kita harus berharap apa yang dibangun hari ini harus lebih baik dari kemarin demi menggapai hari esok yang harus lebih baik dari hari ini. Kita harus berani menatap masa depan kita dengan kepala tegak dan wajah penuh optimisme, sekalipun pada saat yang sama, kita dan bangsa kita masih belum juga keluar dari perangkap berbagai permasalahannya. Setiap persoalan pasti akan ada jalan keluarnya jika kita hidup dalam iman, pengharapan, dan kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar