M
|
emang bukanlah sesuatu yang berlebihan jika orang mengatakan “harapan adalah awal dari segalanya”, karena
memang demikianlah adanya hidup dan kehidupan manusia. Hidup selalu dibangun di
atas fondasi harapan. Hidup tak lain
adalah setumpuk harapan yang kemudian dirangkai menjadi cita-citadan impian
tentang sebuah hari esok yang lebih baik. Sadar ataupun tidak, sesungguhnya
dari sinilah sebuah peradaban dibangun. Dari segenggam harapan yang tumbuh,
yang kemudian berkembang menjadi sebongkah impian dan selanjutnya melahirkan
sebuah bangunan peradapan.
Dengan demikian, peradaban
manusia ditandai dengan aneka kemajuan seperti yang disaksikan sekarang tidak
akan pernah ada, kalau manusia itu sendiri tidak pernah memiliki sebuah
pengharapan di sepanjang hidupnya. Kita tak akan pernah berjumpa dengan
pelbagai keccanggihan teknologi, kemajuan ilmu pengetahuan, andai saja manusia
tak berani membuat impian, tak berani membuat percobaan dan terobosan, serta
tak berani membangun harapan. Dalam konteks ini, wajar kalau sampai ada yang
mengatakan bahwa ‘dalam hidup, terkadang
kita harus berani bermimpi, karena hidup seringkali bermula dari sebuah
impian’. Dari sini, dapat kita yakini bahwa harapan merupakan sebuah energi
hidup yang seringkali menjadikan hidup menjadi lebih bermakna. Dengan sebuah
harapan, manusia dapat menciptakan pelbagai macam hal untuk memenuhi dan
mencapai apa yang diharapkannya itu. Sehingga adalah sebuah kebenaran yang tak
dapat terbantahkan bahwa, ‘harapan adalah
sumber energi bagi kehidupan’, yang karenanya menjadikan hidup itu bisa
menghasilkan sesuatu.
Dalam penggalan sejarah
hidup manusia, barangkali cukup sering kita jumpai betapa dahsyatnya kekuatan
sebuah harapan. Bagi seorang yang sedang sakit misalnya, harapan yang kuat
untuk sembuh telah memberikan kekuatan luar biasa kepadanya untuk terus
berjuang dan berperang melawan sakit yang dideritanya. Dan seringkali sebuah
harapan yang kuat dapat membantu seseorang untuk cepat pulih dari keadaannya.
Bagi seorang ayah, harapan dan impian untuk membangun masa depan keluarga yang
lebih baik adalah sumber energi luar
biasa untuk bertahan dan sabar dalam melakoni peran sebagai seorang ayah yang
seringkali tidaklah gampang. Pendek kata, membangun harapan sepertinya adalah
suatu hal yang perlu kita lakukan secara sadar dan terencana. Karena hidup
hanya sekali, maka penting bagi kita untuk menulis naskah harapan dalam
kehidupan kita.
Tentu ada begitu banyak
harapan yang mau dibangun dan dikejar dalam hidup ini. Ada harapan yang muncul
spontan sebagai seorang individu, harapan sebagai anggota masyarakat, sebagai
kepala keluarga, sebagai warga negara, sebagai bagian dari Gereja, dan tak lupa
sebagai anak-anak Allah. Karena pentingnya harapan ini dalam semua dimensi
kehidupan kita, wajar kalau kita mengaitkan harapan ini dengan keimanan, dan
karenanya haram hukumnya bagi yang
beriman untuk berputus asa. Tetapi satu hal yang tak boleh begitu saja
diabaikan di dalam usaha membangun fondasi harapan yakni bahwa nilai
kemanusiaan haruslah menjadi yang utama. Hal ini dikarenakan oleh kenyataan
bahwa sebagai manusia, kita selalu hidup dalam komunikasi dan hubungan dengan
orang lain. Sehingga setiap harapan yang dibangun itu, hendaknya bisa
bermanfaat bagi kemanusiaan dalam artian bahwa bisa membawa sesuatu yang
bernilai bagi kebersamaan kita sebagai umat manusia. Oleh karena itu, salah
satu harapan dan impian yang perlu dibangun adalah bagaimana menata sebuah
komunitas hidup manusia yang bikin hidup
lebih hidup. Dan harapan untuk menata komunitas manusia yang bikin hidup lebih hidup, prasyarat utama
yang hendaknya perlu diupayakan adalah membina hidup damai, membina hidup
solider dan mengembangkan rasa saling menghargai.
Kardinal Jean Louis
Tauran pernah mengatakan bahwa semua manusia dipanggil untuk mempromosikan
kebudayaan damai. Karenanya, setiap waktu selalu merupakan suatu kesempatan
penting bagi segenap komunitas manusia untuk mewujudkan budaya damai. Penting
bahwa semua kita memberi kesaksian tentang keyakinan agama kita dengan suatu
kehidupan yang terus terintegrasi dan menyatu dengan rencana Sang Pencipta,
suatu kehidupan yang menaruh perhatian pada pelayanan saudara-saudari kita
dalam solidaritas dan persaudaraan yang semakin kental dengan penganut agama
lain dan semua orang yang berkehendak baik, dengan kerinduan untuk bekerjasama
demi kesejahteraan bersama.
Sejalan dengan ini, di
masa-masa sulit yang sudah dan sedang kita lewati, setiap manusia
bertanggungjawab mengupayakan perdamaian, dengan memperlihatkan rasa hormat
terhadap kebebasan hati nurani, yang merupakan hak individu dna komunitas
dimana saja melalui praktek hidup damai dengan semua orang. “Umat manusia merupakan suatu keluarga besar,
dan penghuni bumi ini terpanggil untuk membangun hubungan solidaritas dan
kerjasama di antara mereka”, tulis Paus Benedictus XVI dalam The Human Family, A Community of Peace (keluarga Manusia, Komunitas Perdamaian).
Perlu dipertimbangkan prasyarat yang perlu bagi sebuah kebudayaan damai,
persaudaraan dan solidaritas di antara umat manusia untuk dibangun, yang di
dalamnya memungkinkan setiap orang dapat sepenuhnya terlibat secara aktif dalam
pembangunan masyarakat seraya terus meningkatkan rasa persaudaraan, dengan
melakukan apa saja untuk menyingkirkan, mengutuk, menolak setiap hal yang
menimbulkan kekerasan yang tak pernah mungkin digerakkan dan menggerakkan rasa
kemanusiaan, sebab kekerasan itu melukai citra Allah di dalam diri manusia.
Kekerasan dalam segala aspeknya, tidak pernah mampu menyelesaikan
konflik-konflik yang timbul. Justru sebaliknya, kekerasan dalam upaya
menyelesaikan masalah hanyalah menciptakan mata rantai kekerasan, yang
mematikan dari kebencian yang merusak, dan yang serentak menciptakan kerusakan
umat manusia dan masyarakat.
Sebagai manusia yang
dianugerahi kemampuan akal budi, semua itu terserah kepada kita, apakah kita
bersedia menjadi pembawa harapan dan perdamaian, pembela hak asasi manusia,
penjamin kebebasan yang menghormati setiap pribadi. Di sini, sebuah harapan
hidup yang hendaknya dibangun adalah yang menyebabkan tidak ada individu yang
harus disingkirkan, merasa terancam dan bahkan harus dihilangkan hanya karena
alasan ras, agama, atau karakteristik pribadi lainnya. Bersama-sama, sebagai
keluarga manusia, kita dipanggil untuk menyebarkan suatu virus damai, virus
persaudaraan, prinsip hidup yang menghormati kemanusiaan. Kita
dipanggil untuk mewartakan sebuah pesan kasih di antara manusia. Secara khusus,
kita bertanggungjawab untuk memastikan bahwa setiap orang terutama kaum muda
kita dibentuk dalam semangat ini, karena kita semua bertugas untuk
memperhatikan penyebaran suatu ajaran yang adil.
Inilah harapan yang perlu terus
dibangun dalam hidup setiap umat manusia. Walaupun sekali lagi, harapan memang
bukanlah segalanya, tapi dia adalah awal dari segalanya. Oleh karena itu, kita
tak boleh berhenti untuk berharap. Kita tak boleh kehilangan keyakinan karena
hasil yang kita dapatkan sesungguhnya selalu akan berbanding lurus dengan usaha
yang kita lakukan. Dan salah satu usaha itu adalah memantapkan fondasi bangunan
harapan kita tentang sebuahu hidup damai, sebuah hidup penuh persaudaraan,
sebuah hidup penuh kasih, hidup yang semakin memanusia, hidup yang bikin hidup lebih
hidup. Dan sesungguhnya setiap detik kehidupan adalah saat yang tepat
bagi kita untuk kembali menata bangunan harapan itu. Secara umum, tentunya kita
harus berharap apa yang dibangun hari ini harus lebih baik dari kemarin demi
menggapai hari esok yang harus lebih baik dari hari ini. Kita harus berani
menatap masa depan kita dengan kepala tegak dan wajah penuh optimisme,
sekalipun pada saat yang sama, kita dan bangsa kita masih belum juga keluar
dari perangkap berbagai permasalahannya. Setiap persoalan pasti akan ada jalan
keluarnya jika kita hidup dalam iman,
pengharapan, dan kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar