KEEMPAT SANGKAKALA YANG PERTAMA
|
|
Empat
sangkakala pertama mengangkat hal ikhwal tengan pemaknaan atas Hujan es yang
melambangkan hukuman dan murka Allah (bdk. Yesaya 28:2-17). Api (Ulangan 32:22). Darah mencerminkan
kematian. Kematian moral. Kematian rohani. Kematian fisik. Manusia telah
mengalami kematian untuk aspek-aspek ini. Laut adalah keresahan dari
kebanyakan umat manusia (Daniel 7:2-3). Pohon-pohon
mewakili kebanggaan dan kehebatan umat manusia. manusia yang menyombongkan diri
di hadapan kemuliaan Allah (Daniel 4:20-22). Rumput dipakai untuk
memaknai manusia secara umum, (Yesaya 46:7). Apsintus melambangkan sebuah tanaman (pohon) yang pahit. Kepahitan
pohon tersebut mengindikasikan kedukaan manusia yang mendalam. Kedukaan manusia
diakibatkan oleh dosa manusia yang semakin besar di hadapan Allah. Manusia
semakin berada dan menuju pada puncak kedosaannya. Setiap sangkakala yang
dibunyikan menunjukan bahwa manusia telah berada dan beralih dari kebaikan
menuju kedosaan yang besar. Pada penghujung teks yang memuat tentang bunyi
sangkakala ke empat, semakin menunjukan karakteristik manusia yang susah untuk
bertobat. Hal ini digambarkan dengan adanya kegelapan yang membawa kata sepertiga untuk matahari, bulan dan
bintang. Hal senada juga diperuntukan bagi kegelapan yang melanda siang dan
malam hari dalam ukuran sepertiga.
Runutan logika yang hendak ditampilkan adalah
tentang dimensi kedosaan manusia yang semakin tidak dapat dibendung. Sepertiga
dari matahari, siang dan malam telah menjadi gelap tidak serta merta menyurutkan
kebenaran yang hendak diwartakan. Allah adalah kebenaran yang mampu menghalau
kegelapan dosa manusia. Kegelapan tidak mampu menutupi seluruh bumi karena
kebenaran akan menang atasnya. Allah tetap memberikan kesempatan kepada kita
untuk bertobat dan hidup secara benar. Pada ayat 13 (ayat yang terakhir dalam
perikope ini) mau menyatakan bahwa sebelum hukuman selanjutnya dijatuhkan
yakni dengan ditiupnya sangkakala yang lain, ada sebuah peringatan besar yang
disampaikan ke seluruh bumi. Seekor burung Nazar di dalam teks ini menandaskan
tentang tanda penghukuman. Burung Nasar tersebut berkata: “Celaka, celaka,
celakalah mereka yang diam di atas bumi.” Ini adalah sebuah kemurahan dari
Allah. Saat kita melihat penghukuman sebelumnya, hanya menghancurkan sepertiga
bagian bumi. Itu berarti Allah tetap memberikan peringatan agar manusia
bertobat sebelum penghukuman Allah yang mengerikan ini dijatuhkan atas mereka,
Allah sungguh menginginkan kita bertobat. Sebelum Allah melakukan sesuatu
di dalam penghukuman-Nya, Dia selalu memberi peringatan. Di sini tampak dimensi
misioner dari kitab Wahyu. Pengulangan kata sepertiga
dan celaka menyatakan ekonomi
keselamatan manusia yang selalu berasal dari Allah sendiri.
Seruan burung
Nazar (Rajawali dalam terjemahan Indonesianya) dalam ayat 13 untuk kata celaka diulang sebanyak 3 kali. Dua kata dalam bahasa Yunani yang dapat
dipakai untuk menggambarkan maksud penulis kitab Wahyu terkait dengan
pengulangan kata celaka ini merujuk pada dua kelompok orang. Pertama adalah paroikeo.
Paroikeo berarti untuk kelompok orang
yang berdiam sebagai “pengembara” di dunia. Kedua: adalah katoikeo yang
berarti untuk sekelompok orang yang “tinggal menetap.” “Celaka bagi orang-orang
yang telah kehilangan visi mereka tentang surga.” Hal ini berefek pada kelompok
katoikeo. Mereka bukan sebagai pengembara. Mereka tidak lagi memiliki Allah di
dalam hati mereka. Utopia mereka yakni berada di dunia ini. Firdaus mereka
berada di dunia ini. Pengharapan mereka berada di dunia ini. Hidup mereka
berada di dunia ini. Mereka tidak lagi
merasakan gaya tarik dari atas yakni dari Allah sendiri. Allah yang sejati
tidak ada di dalam hati mereka. Celakalah, kata Tuhan bagi katoikeo,
orang-orang yang membangun setiap pengharapan dan mimpi mereka di dunia ini dan
mereka bukan lagi pengembara dari dunia ini yang menuju dunia yang akan datang.
Pesan pastoral
yang dapat dimaknai dari kenyataan perikope ini yakni terkait dengan Allah
tidak akan meninggalkan umat-Nya, sekalipun mereka telah berdosa. Manusia bisa
saja berpaling dari Allah, namun Allah tidaklah demikian. Allah mencintai
umat-Nya. Seruan celaka sebanyak tiga kali adalah seruan peringatan dari Allah
untuk manusia. Hal ini terkait dengan 3 sangkakala yang akan dibunyikan. Kita,
umat ciptaan Allah, sepantasnya bersyukur karena Allah telah memiliki kita. Allah
yang penuh belas kasih. Untuk itu, kita pun diharapkan dapat mengalami
kesadaran dari dalam diri untuk bertobat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar