|
bukan tempat untuk bertindak kekerasan
Manusia
yang seharusnya ada untuk saling mengasihi dan memelihara kehidupan, ternyata
tidak dapat dipisahkan dari tindakan kekerasan. Inilah sebuah paradoks
kehidupan. Dari waktu ke waktu, manusia yang adalah “imago dei” berubah
tampilannya menjadi homo homini lupus (manusia
menjadi serigala bagi sesamanya). Demi mempertahankan keberadaan dirinya,
manusia rela ‘memakan’ sesamanya dengan melakukan tindakan kekerasan yang
menyengsarakan, bahkan mematikan. Manusia pun mulai hidup saling mencurigai,
membenci, memfitnah, memusuhi dan membalas dendam tanpa peduli akan sesama yang
menjadi korbannya.
Tindakan kekerasan pada
akhir-akhir ini sering terjadi di mana-mana. Hal ini dapat kita saksikan lewat
pemberitaan oleh berbagai media massa. Kalau kita membaca surat kabar maupun
menonton televisi, kita akan menemukan dengan mudah berita tentang kekerasan
yang terjadi di antara manusia bahkan di lingkungan keluarga. Kekerasan dalam
rumah tangga seperti yang dapat kita saksikan dan kita ketahui itu seperti
pemerkosaan yang dilakukan ayah terhadap anaknya, dan pemukulan suami terhadap
isterinya maupun orang tua terhadap anak-anaknya. Kekerasan dalam rumah tangga
(keluarga) juga dialami oleh keluarga-keluarga kristiani.
Kekerasan dalam bentuk dan
cara apa pun secara moral tidak dapat dibenarkan. Hal ini karena kekerasan
selalu mendatangkan kerugian bagi orang lain, dan tidak pernah mendatangkan
kebaikan dalam dirinya sendiri (Gerardus Duka, Pr., 2005, hlm.5). Kekerasan
dalam bentuk apa pun pada akhirnya hanya akan menimbulkan kesengsaraan dan
penderitaan bagi orang lain. kekerasan selalu mendatangkan konflik
berkepanjangan dan bisa jadi meningkat oleh kuatnya perlawanan. Dengan
demikian, kekerasan terhadap manusia, dengan alasan apa pun tidak dibenarkan,
untuk itu perlu dijauhkan dari hidup manusia secara pribadi atau secara bersama.
Apabila tindak kekerasan ini terjadi dalam hidup berumah tangga, pada akhirnya
hanya akan menimbulkan kehancuran dalam keluarga, bahkan sampai pada
perceraian. Oleh karena itu, perlu dijauhkan.
Keluarga lahir dari
perkawinan. Lewat perkawinan kedua insan
manusia disatukan dalam satu ikatan. Itu berarti, keluarga adalah suatu
komunitas cinta kasih, hidup dan keselamatan. Sebuah keluarga tentunya dibangun
dengan harapan mendapat kebahagiaan. Setiap keluarga sejati dan bahagia
merupakan komunitas yang berlandaskan cinta kasih. Cinta suami isteri, yang
menunjukkan pemberian diri secara total serta tak dapat ditarik kembali antara
pria dan wanita dalam ikatan perkawinan, adalah bentuk cinta yang sempurna.
Cinta seperti itulah yang menyebabkan munculnya suatu komunitas, yang membuat
pria dan wanita menjadi suami-isteri, dan pada umumnya anak-anak yang lahir
merupakan buah cinta kasih mereka. Komunitas seperti ini adalah keluarga (J.
Hardiwiratno, MSF., 2001, hlm. 23).
Keluarga sebagai komunitas kecil Kristiani hidup berdasarkan
cinta kasih. Cinta kasih berarti saling memahami dan saling menerima satu
dengan yang lainnya. Dengan demikian, kekerasan dalam rumah tangga terjadi
karena tidak dilandaskan cinta kasih, sehingga tidak atau kurang saling
memahami dan menerima kekurangan antara satu dengan yang lainnya. Sebagai
keluarga kristiani, tindak kekerasan dalam rumah tangga atau keluarga harus
dihindarkan, karena tidak berdasarkan cinta kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar