Rabu, 06 Juni 2012

Keluarga: bukan tempat untuk bertindak kekerasan



                                                                      Keluarga:
bukan tempat untuk bertindak kekerasan

Manusia yang seharusnya ada untuk saling mengasihi dan memelihara kehidupan, ternyata tidak dapat dipisahkan dari tindakan kekerasan. Inilah sebuah paradoks kehidupan. Dari waktu ke waktu, manusia yang adalah “imago dei” berubah tampilannya menjadi homo homini lupus (manusia menjadi serigala bagi sesamanya). Demi mempertahankan keberadaan dirinya, manusia rela ‘memakan’ sesamanya dengan melakukan tindakan kekerasan yang menyengsarakan, bahkan mematikan. Manusia pun mulai hidup saling mencurigai, membenci, memfitnah, memusuhi dan membalas dendam tanpa peduli akan sesama yang menjadi korbannya.
Tindakan kekerasan pada akhir-akhir ini sering terjadi di mana-mana. Hal ini dapat kita saksikan lewat pemberitaan oleh berbagai media massa. Kalau kita membaca surat kabar maupun menonton televisi, kita akan menemukan dengan mudah berita tentang kekerasan yang terjadi di antara manusia bahkan di lingkungan keluarga. Kekerasan dalam rumah tangga seperti yang dapat kita saksikan dan kita ketahui itu seperti pemerkosaan yang dilakukan ayah terhadap anaknya, dan pemukulan suami terhadap isterinya maupun orang tua terhadap anak-anaknya. Kekerasan dalam rumah tangga (keluarga) juga dialami oleh keluarga-keluarga kristiani.
Kekerasan dalam bentuk dan cara apa pun secara moral tidak dapat dibenarkan. Hal ini karena kekerasan selalu mendatangkan kerugian bagi orang lain, dan tidak pernah mendatangkan kebaikan dalam dirinya sendiri (Gerardus Duka, Pr., 2005, hlm.5). Kekerasan dalam bentuk apa pun pada akhirnya hanya akan menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan bagi orang lain. kekerasan selalu mendatangkan konflik berkepanjangan dan bisa jadi meningkat oleh kuatnya perlawanan. Dengan demikian, kekerasan terhadap manusia, dengan alasan apa pun tidak dibenarkan, untuk itu perlu dijauhkan dari hidup manusia secara pribadi atau secara bersama. Apabila tindak kekerasan ini terjadi dalam hidup berumah tangga, pada akhirnya hanya akan menimbulkan kehancuran dalam keluarga, bahkan sampai pada perceraian. Oleh karena itu, perlu dijauhkan.
Keluarga lahir dari perkawinan. Lewat  perkawinan kedua insan manusia disatukan dalam satu ikatan. Itu berarti, keluarga adalah suatu komunitas cinta kasih, hidup dan keselamatan. Sebuah keluarga tentunya dibangun dengan harapan mendapat kebahagiaan. Setiap keluarga sejati dan bahagia merupakan komunitas yang berlandaskan cinta kasih. Cinta suami isteri, yang menunjukkan pemberian diri secara total serta tak dapat ditarik kembali antara pria dan wanita dalam ikatan perkawinan, adalah bentuk cinta yang sempurna. Cinta seperti itulah yang menyebabkan munculnya suatu komunitas, yang membuat pria dan wanita menjadi suami-isteri, dan pada umumnya anak-anak yang lahir merupakan buah cinta kasih mereka. Komunitas seperti ini adalah keluarga (J. Hardiwiratno, MSF., 2001, hlm. 23).
            Keluarga sebagai komunitas kecil Kristiani hidup berdasarkan cinta kasih. Cinta kasih berarti saling memahami dan saling menerima satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, kekerasan dalam rumah tangga terjadi karena tidak dilandaskan cinta kasih, sehingga tidak atau kurang saling memahami dan menerima kekurangan antara satu dengan yang lainnya. Sebagai keluarga kristiani, tindak kekerasan dalam rumah tangga atau keluarga harus dihindarkan, karena tidak berdasarkan cinta kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar